Jumat, 17 Januari 2014

MENDIDIK DENGAN KARAKTER

Menjaga Kuncup Bunga dengan Perlakuan Karakter

Senin kemarin saat saya sedang siap siap ngasih materi , tiba tiba datang tergopoh gopoh seorang teman mendekat setengah berbisik dia berkata, “Pak , bisa bantu saya ? ada anak BAB di celana, tetapi tidak mengaku. Teman temannya pada nuduh dia. Saya tanggung lagi ngisi yang lain”. “ Siap, Pak!” jawab saya, kemudian mengikuti dia dari belakang”

Sampai di lokasi saya menjumpai kondisi ada seorang anak (sebut saja Andi usia 6 tahun) sedang berdiri jinjit dengan jari tangan memegang ujung sebuah meja tulis. Sementara semua mata temannya tertuju pada dia sambil teriak teriak. “ ayo, ngaku aja kamu BAB di celanakan? Bau ! Bau! Andi BAB di celana! Andi BAB ! Andi BAB! dan kaliimat kalimat lain! Saat itu, muka Andi sedikit pucat, takut dan gemetar menahan tangis.

Saya pelajari sejenak apa yang terjadi… kemudian saya ambil langkah cepat. Saya hampiri anak anak, disertai mengucapkan salam, kemudian dijawab anak. Saya bilang kepada mereka . ” Anak anak, maaf ya.. Bapak menggangu waktu kalian. Bapak dengar dari guru lain bahwa kalian di kelas ini adalah anak anak hebat, pintar pintar dan baik baik! Betul? Mereka jawab hampir serempak “Betul pak!” “Alhamdulillah ternyata berita itu benar.” kataku, tersenyum.

“Nah, bapak tahu salah satu anak yang terhebat di kelas ini adalah Andi, betulkan ?, Saya nengok Andi sambil kembali tersenyum. Andi masih tampak ketakutan dan menangis. Dia Menganggukan kepala perlahan. Saya hampiri dia, membungkukan badan dan memegang tangannya, sambil bersuara agak dikeraskan supaya terdengar oleh yang lain. “Anak anak, bapak ingin ngobrol banyak dengan Andi tentang teman teman Andi di kelas ini yang katanya hebat hebat, boleh? “Bolehhhh”.., sahut mereka.

Sambil menuntun Andi keluar . Saya berujar , “Tapi Bapak ingin ngobrolnya di luar, biar leluasa, yuk Di”. ajaku. Jarak kelas ke tolilet kira kira 20 meteran, Sambil jalan, saya banyak tanya Andi tentang teman temannya di kelas, sejenak dia lupa akan masalahnya. Kami berhenti di depan toilet. Saya membalikan badan menghadap Andi, kemudian jongkok dan melihat wajah Andi. Tersenyum, saya bertanya “ Andi mau ke toilet untuk BAK atau BAB?” “ Ngak pak”. katanya pelan. “Atau , Andi mungkin BAB dicelana?” pancing saya.

“Engak, Pak !, sungguh!” serunya, sambil merengut. Masih tersenyum, saya coba lagi “ tadi waktu bapak ke kelas, bapak nencium bau BAB, sekarang kok baunya pindah ke sini? kataku pura pura bingung. “Ngak, Pak. Andi ngak BAB, bener !” Katanya ngotot. “Ya, Udah. Sekarang gini, Andi masuk ke kamar mandi ya! Terus periksa celananya apa ada atau ngak. Andi masuk ke kamar mandi, tak berapa lama dia teriak, “ Pak, ngak bisa buka celananya”. Saya sudah perkirakan sebelumnya dia ngak akan bisa buka celana, sepintas tadi saya lihat dia pakai celana jeans. Pikir saya, biar dia mencoba belajar mandiri,. “Ayo…Di, dicoba lagi!”

Tidak bisa, Pak” setelah beberapa saat. Akhirnya saya masuk ke WC kemudian bantu melepaskan celananya. Ternyata memang dia BAB di celana. Akhirnya, Andi mengakui bahwa dia BAB. Alhamdulillah. Pikir saya, Andi sudah jujur, saya sampaikan pentingnya kejujuran saat itu sepintas. Masalah sudah selesai, pikir saya, tapi eit.. ternyata ada masalah lain? What’s next? 

Saya keluar Tolet, dan bilang: “Di, dicebok, ya…!” Dia menjerit jerit dan bilang tidak bisa cebok. Saya baru sadar tidak semua anak usia 6 tahunsudah bisa cebok sendiri. Mereka kebanyakan masih dicebok oleh orang tuanya di rumah. “A Nice challenge” bathinku, geleng geleng kepala, sambil senyum. Saya masuk toilet lagi bertanya tantang percebokan ke Andi. Kesimpulannya anak ini polos alias belum bisa cebok sendiri sama sekali.

Saya coba ajarkan tatacata cebok yang baik, kemudian saya bersihkan dulu bagian bagian yang kena BAB supaya Andi tidak ngeri melihat kotorannya. Setelah agak bersih saya menyuruh dia mempraktekan cebokannya. Walaupun tidak bersih, saya puji hasil pekerjaanya, supaya dia PD dan bisa cebok lagi kedepannya. “ Hebat, Andi kamu bisa! “ Sekarang, kamu bisa cebok sendiri, bagus ! kataku. Karena belum bersih betul, dengan alasan mencontohkan praktek cebok yang baik, dia saya cebok lagi dengan lebih sempurna. Kemudian, saya suruh Andi kembali ke kelas dan bergabung dengan teman temannya. 

Selesai membantu Andi, pekerjaan berikutnya membersihkan CD dan celana panjang yang terkena najis tadi. Kemudian membungkus dengan keresek dan menyimpan di tas Andi tanpa sepengetahuan teman temannya yang lain. 

Setelah semuannya beres saya kembali ke kelas untuk memantau perkembangan kondisi Andi selanjutnya. Alhamdulillah, kelas relatif kondusif. Teman teman Andi sedang enjoy belajar dan lupa akan masalah tadi, sementara saya lihat Andi aktif seperti sediakala, dia tampak percaya diri, gembira, antusias dan menikmati kegiatan di kelasnya. Saya duduk termenung, dan siap siap memberi refleksi kejadian tadi kepada anak anak sebelum pulang. 

Kembali saya tersadarkan bahwa mendidik anak ternyata tidak bisa hanya transfer ilmu saja. Mendidik anak adalah mengubah pola fikir, perilaku, perbuatan, dan keterampilan anak. Dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa dari perilaku yang buruk menjadi lebih baik. Inilah intisari dari pendidikan karakter. 

Pendidikan karakter akan berhasil bila guru mempunyai karakter karakter positif yang bisa ditularkan kepada anak dan ditiru anak. Dalam kasus tadi jika saya marah marah, panik, tidak sabaran, kasar, merendahkan anak dan lain lain dalam menangani Andi, maka tidak mungkin saya bisa mendidik dia tentang karakter sabar, tenang, tanggung jawab, jujur, percaya diri, dll. Saya yakin Andi telah belajar banyak dari peristiwa tadi.

Saya jadi teringat pernyataan Bu Ratna megawangi tentang pendidikan karakter. Menurut dia ada tiga komponen pendidikan karakter yang harus dikuasai oleh seorang pendidik atau orang tua, yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing), Perasaan tentang moral(moral feeling), dan perbuatan bermoral (moral action).

Saya coba implementasikan teori tadi dalam penanganan kasus Andi. Moral knowing saya praktekan dengan mengarahkan teman teman Andi untuk tidak mengejek, merendahkan, menyakiti, menjatuhkan harga diri Andi. Saya jaga Andi agar citra diri dia tidak jatuh, tidak disudutkan, tidak merasa sangat bersalah(moral feeling) dan saya ajarkan juga bagaimana Andi mengatasi masalahnya dengan cara cara sabar, tenang, sistematis, tanggungjawab,jujur,percaya diri dan lain lain (moral action).

Sungguh kasus ini memberi pelajaran yang sangat berharga. Saya berharap peristiwa ini menjadi bekal untuk bisa lebih baik lagi dalam penanganan kasus yang lain . Semoga bisa menginspirasi semua orang bahwa penanganan yang baik akan berpengaruh baik kepada anak, sehingga kuncup kuncup bunga yang mulai bermekaran tidak akan layu ataupun rontok, melainkan mereka akan menjadi bunga bunga dan buah buah yang manis dan Indah.

Bandung, 19 November 2013 Aswah
(“The Winners” Bengkel Motivasi, Edukasi, Leadership Anak & Remaja)

Tidak ada komentar: